Pergerakan Mahasiswa Sepanjang 1965 – 1998

Pergerakan Mahasiswa Sepanjang 1965 – 1998

Pergerakan Mahasiswa Sepanjang 1965 – 1998

Oleh: Asep Ferry Bastian

 Bangsa yang baik adalah Bangsa yang menghargai sejarahnya !!

Pada dasarnya pasang surutnya pergerakan mahasiswa Indonesia tidak bisa lepas dari peran kelompok mahasiswa masa lampau, yang memiliki identitas politik yang khas. Seperti dikatakan oleh Radjab  ( 1991 : 69-72 ), sumber legitimasi peran politik mahasiswa pertama kali didapat dari Kebangkitan Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada saat itu mahasiswa dipandang sebagai pelopor dan pemersatu bangsa. Kemudian pada masa Revolusi Kemerdekaan, mahasiswa dipandang sebagai pendobrak penjajahan dan pembela kemerdekaan Republik. Dan pada masa pasca kemerdekaan identitas dan peran politik mahasiswa semakin diperkuat oleh keberhasilan protes – protes mahasiswa tahun 1966 yang tergabung dalam KAMI dan menumbangkan rezim Soekarno. Keberhasilan ini berarti menempatkan mahasiswa bersama militer dan teknokrat hanyut dan terjalin hubungan intim dalam pendirian Orde Baru.

Di tingkat negara, Orde Baru terbentuk dari tiga aliansi segi tiga militer, teknokrat dan mahasiswa. Tetapi aliansi ini kemudian pecah ketika terjadi disintegrasi dalam KAMI, menyusul persoalan : bagaimana mendefinisikan peran mahasiswa selanjutnya dalam sistem politik dan bagaimana seharusnya tugas dan masa depan eksponen angkatan 1966 ?. Dikatakan oleh Fikri Jufri wartawan HARIAN KAMI seperti yang dikutif Tempo bahwa : gerakan seperti kesatuan aksi ( KAMI ) sudah tidak solid lagi karena selalu berpijak kepada ideologi masing – masing, setiap ada peristiwa politik sikap mahasiswa selalu mendua. Suatu contoh ketika terjadi pembakaran gereja di Makassar pada 1967, misalnya Fahmi Idris dkk, menggelar rapat di Markas Laskar Arief Rahman Hakim. Ketika itu sangat kental nuansa agama untuk masuk dan menyatakan like or dislike.

KAMI dibentuk tanggal 26 Oktober 1965 setelah melalui pertemuan dengan pemimpin mahasiswa ekstra universiter di rumah Mentri PTIP Prof. Dr Syarif Thajeb. Organisasi ini menjadi sangat penting pada saat peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru sehingga Presidum mahasiswa UI yang begitu menonjol dan mempunyai peranan penting serta didukung dari berbagai unsur mahasiswa kecuali : GMNI, Germindo dan Parkindo serta KSAMI yang dipelopori Budi Hardjono. pada akhirnya  ikut membentuk juga KAMI UI sebagai wadah kegiatan kemahasiswaan dengan ketua umumnya dr. Abdul Gafur, sedangkan Budi Hardjono adalah salah seorang ketuanya. Secara ketokohan banyak tokoh KAMI yang mungkin kita kenal sekarang seperti : David Napitupulu, Cosmas Batubara, Zamroni, Husni Tamrin, Marsilam Simanjuntak, Yozar Anwar, Median Sirait dan sebagainya.


Menjinakan Organisasi Ekstra      

Sejalan dengan politik departaisasi yang dijalankan oleh rezim Orde Baru, organisasi ekstra universitas seperti : HMI, PMII, GMNI, PMKRI dan GMKI mulai dieliminasi pengaruhnya di kampus. Kemudian untuk menarik pengaruh tersebut pada tanggal 23 Juli 1973 di bentuklah KNPI. Organisasi ini merupakan korporasi yang ditujukan kepada mahasiswa menyusul dibentuknya wadah tunggal bagi kaum tani           ( HKTI ) kaum nelayan ( HNSI ) dan buruh ( FBSI ). Dengan KNPI berarti eksistensi mahasiswa sebagai kekuatan politik tidak diakui lagi dan selanjutnya eksistensi dilebur menjadi satu bersama kaum muda lainnya.

Berdirinya KNPI tidak lepas dari peran arsitek orde baru yaitu Jendral Ali Murtopo yang memegang peranan penting pada saat itu selain pintar juga sangat taktis dan licik. Hal ini terbukti dalam bukunya Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun yang menyusun rekayasa struktur kepemimpinan Orde Baru sejak tahun 1966 dengan melakukan pengkaderan untuk partai misalnya : Soerjadi dan Aberson Sihaloho untuk PDI. Cosmas Batubara dan David Napitupulu untuk Golkar begitu pula untuk PPP.

Berdirinya KNPI juga tidak lepas dari peran angkatan 66 diantaranya : Abdul Gafur, David Napitupulu dan Akabar Tandjung yang sudah terserap kepada kekuasaan. Pada mulanya perintisan  pendirian KNPI tahun 1972 dengan tokohnya Median Sirait sudah mendapatkan perlawanan dari Kelompok Cipayung yang merupakan forum diskusi dan berdiri tanggal 20 Januari 1972. pada saat itu dihadiri oleh HMI, PMII, GMNI, PMKRI dan GMKI  dengan tokohnya diantaranya : Akbar Tandjung, Ridwan Saidi, Soerjadi, Budi Hardjono, Slamet Efendi Yusuf, Suko Waluyo, Theo L. Sambuaga,  Erwin, Syahrir, Chris Siner Keytimu, Enggartiarso Lukito dan Muhammad Abduh. Dan pada akhirnya menerima keberadaan KNPI dan sebagian dari tokohnya hanyut kepada kekuasaan.

Kemudian tokoh – tokoh lain dalam pergerakan ekstra universiter seperti HMI kita mengenal seperti : Nurcholish Madjid ( yang pernah menjadi orang nomor satu di HMI pada tahun 1966-1969 dan 1969-1971 ) Akbar Tandjung, Fahmi Idris, Eky Syacruddin, Firdaus Wajdi, Mar’ie Muhammad, Ahmad Sumargono dan sebagainya. sedangkan tokoh dari GMNI seperti : Waluyo, Sri Soemantri, Sukamdani, Daryanto Daryatmo, Budi Hardjono, Soerjadi, Aberson Sihaloho dan Megawati serta Taufik Kiemas yang merupakan generasi selanjutnya.

            Pada masa pertengahan 1969 s / d 1973 pergerakan mahasiswa beralih ke intra kampus yaitu Dewan Mahasiswa ( DEMA ) yang melakukan protes kepada pemerintah tetapi tidak ditanggapi secara akomodatif hal itu disebabkan oleh kuatnya pengaruh militer. Dan klimaksnya terjadilah peristiwa Malari 1974 dimana mahasiswa diculik dan diadili, pada masa ini tokohnya antara lain Hariman Siregar dkk.              


Meredam Organisasi Intra

Pada tanggal 19 April 1978 merupakan awal petaka pergerakan mahasiswa dimana Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengeluarkan SK Mentri No. 0156/U/ 1978  tentang Normalisasi Kehidupan Kampus ( NKK ) untuk menjinakan kegiatan mahasiswa yang dianggap telah melakukan politik praktis. kemudian serangkaian kebijakan untuk membunuh aktivitas mahasiswa yang dikeluarkan P&K mulai menghantam terbukti dengan keluarnya SK No.037/ U/ 1978 tentang Bentuk Penataan Kembali Kehidupan Kampus ( BKK ) SK ini secara implisit melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa dan hanya mengizinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas yaitu Senat Mahasiswa Fakultas ( SMF ) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas ( BPMF ). dan keluarnya Intruksi Dirjen Pendidikan Tinggi No. 022/ Dj/ Inst/ 1978 tentang Pokok – Pokok Pelaksanaan Penataan Kembali Lembaga – Lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Tokoh yang cukup dikenal sekarang dalam pergerakan Dewan Mahasiswa yaitu : Adi Sasono dan Wimar Witular yang keduanya pernah menjadi Ketua DEMA ITB.

            Ada dua tokoh yang sangat populer dan sekaligus sebagai pelaku sejarah dan mahasiswa sejati pada kala itu yang kurang diungkapkan diatas yaitu : Arif Rahman Hakim ( almarhum ), Arif Budiman ( kini dosen di Universitas Melbourne, Australia. Dan Soe Hok Gie (aktivis 66 yang juga adik kandung Arif Budiman). Gie meninggal dunia saat melakukan pendakian di Gunung Semeru. Kenapa demkian, tujuannya karena Kita mencoba mempetakan mana mahasiswa yang memegang idealisme dan komitmen serta tidak terlibat dalam kekuasaan.


Munculnya Kelompok Studi dan LSM Tahun 80 an

             Sebagai ekses dari berlakunya NKK / BKK yang sangat over birokratis terhadap kehidupan kemahasiswaan. Mahasiswa terpaksa lari dari cengkraman birokrasi kampus, dan diluar kampus mereka melakukan aktivitas yang dilihatnya sesuai dengan peran – peran yang pernah disandang oleh mahasiswa sebelumnya. Sebagian melakukan kegiatan yang berbasis kepada Intelektual yaitu Kelompok Studi, sementara sebagian lain melakukan praksis sosial untuk memecahkan pelbagai problem yang dihadapi masyarakat melalui kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ).

Kegiatan kelompok studi mulai tumbuh pada tahun 1982 dan menjamur di beberapa kota utama di Jawa yakni Jakarta dengan nama : Kelompok Studi Proklamasi, Lingkaran Studi Indonesia dan Kelompok Studi Relata. Kemudian di Bandung ada Kelompok Studi Fokal dan Kelompok Studi Dago Pojok, sementara di Bogor ada Kelompok Studi Socionomica dan di Salatiga muncul Kelompok Studi 17 November. Lalu di Jogja terkenal dengan Kelompok Studi Palangan, Kelompok Studi Teknosofi, Kelompok Studi Dasakung, Kelompok Studi Lingkungan dan Forum Studi Sosial Demokrasi. Tokoh Kelompok Studi ini diantaranya : Denny ZA, Taufiek Rafzen dan Rizal Malarangeng.

Sementara lahirnya kegiatan LSM di Jakarta dikenal dengan Yayasan Mandiri Pribadi dan Yayasan Kalyanamitra. Kemudian di Bandung ada Yayasan Mandiri. Di Jogja ada Kelompok Pinggir Kali, Yayasan Nusantara dan Yayasan Widiyardari. Lalu di Salatiga muncul Yayasan Geni. Adanya kedua kelompok ini tidak urung menimbulkan perselisihan dengan sesama aktivis yang disebabkan oleh faktor psikologis dan adanya saling klaim meng klaim dalam pergerakan sehingga target aksi tidak tercapai.


Pers Mahasiswa Sebagai Alternatif Gerakan

Menguatnya negara menyebabkan mahasiswa yang memiliki kepedulian politik tersudut oleh rezim refresif Orde Baru sehingga mahasiswa hanya menjadi kekuatan pinggiran. Akibatanya terjadi pergeseran posisi mahasiswa dari kekuatan politik berbasis massa ke kekuatan berbasis ide. Oleh karena itu mau tidak mau dalam upaya menemukan jati dirinya sebagai mahasiswa yang memiliki kekuatan moral dan intelektual dan agar lebih berperan serta lebih berarti maka mahasiswa harus kembali ke kampus sebab kampus merupakan satu satunya basis dari gerakan mahasiswa. Namun dengan suasana kampus yang dililit oleh birokrasi , apa yang harus dilakukan mahasiswa agar bisa mengoptimalkan peran mereka ? Maka di awal tahun 1986 mahasiswa dapat menyalurkannya pada aktvitas Pers Mahasiswa. Hal ini terlihat dari sejumlah aktivis kelompok studi dan LSM yang kemudian terlibat dalam pendirian pers mahasiswa.

Pers Mahasiswa sudah dikenal sebelum peristiwa Malari tahun 1974 yang kemudian akhirnya diberedel dan dilarang terbit pada saat itu ada Mahasiswa Indonesia, Harian KAMI, Mimbar Demokrasi dan Gelora Mahasiswa Indonesia. Kemudian pada tahun 1976 lahir kembali dengan wajah dan format baru di Jakarta misalnya lahir Salemba UI, Jogja lahir Gelora Mahasiswa ( UGM ) dan di Bandung Kampus ( ITB).

Pada masa tahun 80 an Pers Mahasiswa yang telah mengalami pemberedelan pada tahun 1979 – 1980 mulai terbit kembali seperti : Himmah Universitas Islam Indonesia Jogjakarta ( UII ) kemudian pada tanggal 8 Januari 1986 telah terbit majalah Balairung Pers Mahasisa UGM, lalu di Jakarta pada bulan Desember 1986 terbit koran Solidaritas di Universitas Nasional ( UNAS ).


Fuad Hasan Dan Kebijakan Angin Segar

             Dilantiknya Fuad Hasan pada tanggal 2 Agustus 1985 sebagai Mentri P & K telah memberikan terobosan untuk memecah kebekuan kemahasiswaan, melalui Pola Pengembangan Kemahasiswaan ( Polbangmawa ) sebagai pengganti Pola Pembinaan Mahasiswa ( Polbinmawa ) merupakan langkah nyata pengendoran dan pengabaian NKK / BKK dan ini merupakan angin segar bagi masyarakat pergerakan dimana untuk meningkatkan martabat masyarakat akademik perlu ada sebuah kebebasan akademik. Kalau Polbinmawa merupakan petunjuk agar para pejabat universitas selaku pembina mahasiswa berusaha membebaskan diri dari belenggu NKK / BKK, maka Polbangmawa lebih jauh lagi, menekankan kepada pejabat universitas agar memberi kebebasan kepada mahasiswa dalam menjalankan aktivitas dikampus. Maka dengan adanya Polbangmawa ini langkah strategispun dilakukan oleh pejabat universitas seperti yang diakukan oleh Prof. Dr Koesnadi Hardjasoemantri yang membekukan BKK di UGM, kemudian Prof. Dr Sutan Takdir Alisyahbana yang memodifikasi BKK Unas hingga peran mahasiswa menjadi sentral di lembaga tersebut.


Gerakan Pasca NKK / BKK    

            Memasuki pertengahan tahun 1987 protes – protes mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan isu intern kampus seperti : kenaikan SPP, kacau administrasi, perpecahan kepemimpinan, kebijakan rektor, ini terjadi seperti   di Universitas Islam Sumatra Utara, Universitas Nomenson Medan, UNAS Jakarta, di Jogja terjadi di Universitas Sarjana Wiyata, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta, UII Yogyakarta, IAIN Ar- Raniry dan lain – lain. Protes – protes terus berjalan secara sporadis sepanjang tahun 1988-1990.

Kemudian pada tanggal 8 September 1987 tuntutan aksi mahasiswa ke DPR untuk pencabutan izin Porkas. Lalu aksi serentak di empat kampus pada tanggal 10 Desember 1987 memperingati HAM dan terjadi di ITB, Unpad, UII dan UGM. mengingat menyeruaknya aksi protes yang belum terakomodir maka pada malam tahun baru 1988 Komunitas DKJ dan Forum Komunitas Diskusi ( DMD ) mengundang mahasiswa dari berbagai aktivis yang terdiri unsur pers mahasiswa, kelompok studi, LSM, SEMA dan Himpunan Jurusan dan berasal  dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Salatiga, Surakarta, Malang dan Surabaya. Yang kemudian dikenal dengan pertemuan Parangtritis.

Protes – protes selanjutnya juga terjadi dalam peristiwa Brest dimana pada tanggal 28 Mei 1988 telah terjadi penganiayaan kepada dua orang mahasiswa Indonesia di kota Brest Perancis oleh kelompok Rasialis Skin Head. Protes pun dilakukan di Kantor Kedutaan Besar Prancis di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1988. para mahasiswa datang dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Salatiga. Banyak lagi protes – protes yang dilakukan mahasiswa seperti Penutupan kupon KSOB / TSSB. Kemudian memasuki tahun 1989 protes mahasiswa meningkat tajam tuntutannya pada waktu itu aksi solidaritas korban pembangunan waduk Kedung Ombo Jawa Tengah. Aksi lain seperti kasus tanah Badega Garut dan aksi pembelaan terhadap Bambang Isti Nugroho yang diadili karena dituduh subversif.

Sejak pertengahan 1990 protes mulai menurun bersama turunnya SK No. 4033/U/1990 tentang Pedoman Organisasi Mahasiswa pada tanggal 28 Juli 1990. SK ini kemudian dikenal dengan Kebijaksanaan SMPT. Karena peraturan ini mengizinkan kembali dibentuknya lembaga kemahasiswaan tingkat univeristas yang disebut Senat Mahasiwa Perguruan Tinggi  ( SMPT ). Berlakunya SK ini berarti dicabutnya secara formal kebijakan NKK/ BKK yang sudah dijalankan sejak tahun 1978.


Bergulirnya Reformasi 1998  

            Mengukir sejarah panjang pergerakan mahasiswa yang mengalami jatuh bangun dalam konsep pergerakannya, tentu tidak lepas dari keberadaan rezim penguasa yang represif, otoriterian dan diktator serta tidak berpihak pada rakyat. Soeharto yang berkuasa selama 32 ( tiga puluh dua ) tahun  telah merusak tatanan dan nilai – nilai demokrasi di negeri ini. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) menjadi bagian integral dan bagai sebuah lingkaran syetan dari rezim ini.

Pada pemilu 1997 Golkar memenangkan kembali secara mutlak, dimana sudah dapat ditebak pasti akan mengangkat kembali Soeharto pada sidang umum Maret 1998. kenyataan ini benar apalagi ketika Siti Hardiyanti Rukmana ( Mba Tutut ) diangkat menjadi Mentri Sosial ( Mensos ) dan sangat dominan dalam penentuan kabinet, ditambah lagi Bob Hasan yang merupakan kroni Soeharto menjadi Menperidag menambah daftar KKN yang merajalela. Mba Tutut sebagai Mensos membujuk masyarakat luas dan membagi – bagikan nasi gratis untuk golongan miskin melalui warteg yang ada di Jakarta dan kota – kota besar bukan mengobati masa grass root  malah membuat sakit hati dan sebuah pelecehan.

Inilah merupakan klimaks dari kekesalan mahasiswa dan kelompok pergerakan lainnya, hampir setiap hari mahasiswa berdemontrasi turun kejalan meneriakan yel – yel KKN di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Medan hingga Makasar. Aksi ini bergulir selama 7 ( tujuh ) bulan terakhir menjelang kejatuhan Soeharto, sampai pada tanggal 8 Mei  1998 Soeharto mengumumkan kenaikan harga BBM setelah kepulangannya dari Kairo Mesir. Sungguh bagai menyulut bensin ke atas jerami yang sedang terbakar. Aksi sangat gencar dilakukan sampai akhirnya terjadi kasus Semanggi 1 ( Jakarta Berdarah ) pada tanggal 13-14-15 Mei 1998 yang menewasakan empat  orang mahasiswa Tri Sakti diantaranya : Elang Mulyana, Hendriawan Sie, Erlangga.

Banyak yang menjadi tokoh sentral pada saat pergerakan menuju reformasi, dari kalangan mahasiswa di Jakarta dipelopori oleh Rama Pratama yang merupakan Ketua SMPT Universitas Indonesia, dari pergerakan mahasiswa ekstra universiter banyak tokoh HMI seperti Anas Urbaningrum dan alumninya yang tergabung dalam KAHMI seperti Fuad Bawazir dan Bambang Sudibiyo dkk. kemudian dari kalangan akademisi, praktisi dan cendikiawan dimotori oleh Amien Rais, Malik Fajar, Adnan Buyung Nasution dkk. Dan dari kalangan aktivis pergerakan Islam seperti KISDI dan DDII dimotori oleh Hartono Mardjono, Cholil Badawai, Ahmad Sumargono, Fadli Zon dkk. Kelompok pergerakan garis keras seperti  Partai Rakyat Demokratik ( PRD ) melalui tokohnya yang terkenal seperti : Budiman Sujatmiko, Andi Arif dkk yang dari sebagian itu pernah mengalami penyandraan dan penculikan oleh KOPASUS. Dan masih banyak elemen pergerakan lain yang ikut andil dalam memperjuangkan reformasi. Kemudian banyak juga tokoh aktivis mahasiswa yang menjadi pengamat politik dan dosen di negeri ini yang sangat kritis diantaranya : Eef Saefuloh Patah, Imam B. Prasojo dan Andi Alfian Malarangeng.

Maka pada tanggal 21 Mei 1998 hanya dalam waktu dua bulan lebih setelah dilantik kembali untuk yang keenam kalinya oleh MPR pada 11 Maret 1998. Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden BJ. Habibie sesuai dengan pasal 8 UUD 1945.

Sejalan dengan arus reformasi yang terus bergulir sistem dan restrukturisasi organisasi kemahasiswaanpun terus bergulir baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Di organisasi intra berdiri Badan Eksekutif Mahasiswa  ( BEM ) dan di ekstra banyak berdiri kelompok pergerakan seperti : Forkot, Forbes, LMND, Komrad, KAMMI, FAM berbagai kampus dan GMNI ( yang berdirinya sudah cukup lama ) dan lain sebagainya. Secara ketokohan dalam pergerakan ini banyak dikenal tokoh mahasiswa muda yang sangat kritis diantaranya : Taufik Riyadi, Wisnu Sunandar kemudian dari kelompok radikal dikenal nama Adian Napitupulu, Anton, Miksil, Lutfy dkk.

Didalam kiprahnya pergerakan mahasiswa tidak urung banyak menimbulkan berbagai konflik diantara mereka sendiri, dan itu disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadikannya demikian. Tapi paling tidak secara jernih kita bisa menilai dan mempetakan bagaimana kiprah seorang mahasiswa sejati dan bagaimana kiprah seorang mahasiswa banci.

Pustaka :

  • Ahmad A. Sofyan & M.Roychan Madjid dalam Gagasan Cak Nur tentang Negara dan Islam. Titian Ilahi Press 2003.
  • Ali Murtopo, Akselerasi Moderenisasi Pembangunan 25 Tahun
  • Didik Supriyanto, Perlawanan Pers Mahasiswa, Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1998
  • Firdaus Syam, Drs, MA & Ahmad Suhelmi MA dalam  Ahmad Sumargono, Dai & Aktivis Pergerakan Islam Yang Mengakar di Hati Umat. Millennium Pibliser PT. Dyatama Melenia Jakarta 2004.
  • Faisal Siagian & Sigit Pribadi Ds dalam  Pergulatan Politik dan Cakrawala Pemikiran Budi Hardjono. Visi Pustaka Nusantara Jakarta 2002.
  • Reformasi Dalam Stagnasi. Kumpulan Seminar KAHMI yang dibukukan 2002.
  • Sri Bintang Pamungkas.  Saya Musuh Politik Soeharto. Pijar Indonesia 1996

Catatan :

  • Tempo Edisi 29 April – 5 Mei 2002
  • Warta Usakti Edisi Mei – Juli 2000
  • Tabloid Masyarakat Kampus Tri Sakti Edisi 16 – 30 Agustus 2004
  • Arsip KNPI
  • Diskusi Arif Budiman
  • Catatan – catatan pribadi Esei, Pres Release,  Seminar, Pers Mahasiswa, dan Pertemuan – pertemuan aksi mahasiswa dan Internet.

*Tulisan ini sudah terbit di Media Massa Lokal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_USEnglish
Open chat